
Bogor – Klik Ternak. Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting bagi tubuh manusia. Namun, daging juga mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan cara pengawetan daging yang efektif dan efisien. Salah satu cara pengawetan daging yang sudah lama dikenal dan dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia adalah fermentasi.
Fermentasi adalah proses perubahan bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerob atau tanpa oksigen. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi, rasa, aroma, tekstur, dan kesegaran daging. Fermentasi juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembusukan daging. Fermentasi daging melibatkan berbagai jenis mikroorganisme, seperti bakteri asam laktat (BAL), ragi, dan jamur. Mikroorganisme ini dapat berasal dari alam, ditambahkan sebagai kultur starter, atau hasil dari proses fermentasi sebelumnya.
Daging fermentasi adalah salah satu cara pengolahan daging tradisional yang banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Daging fermentasi memiliki keunggulan dalam hal rasa, aroma, tekstur, kesegaran, dan kesehatan. Namun, daging fermentasi juga memerlukan perhatian khusus dalam hal bahan baku, kultur starter, dan kondisi fermentasi agar menghasilkan produk yang aman dan berkualitas.
Manfaat fermentasi daging tidak hanya terbatas pada aspek organoleptik dan keamanan, tetapi juga kesehatan. Daging fermentasi dapat menjadi sumber probiotik, yaitu mikroorganisme hidup yang bermanfaat bagi keseimbangan mikro flora usus. Daging fermentasi juga mengandung berbagai metabolit yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti vitamin, asam organik, alkohol, peptida bioaktif, dan senyawa anti mikroba. Metabolit ini dapat berperan sebagai antioksidan, anti kolesterol, anti diabetes, anti kanker, dan imunomodulator.
Indonesia memiliki beragam produk daging fermentasi yang khas dan unik. Beberapa contoh olahan daging fermentasi yang populer di Indonesia adalah:
- Terasi: pasta daging udang yang difermentasi dengan garam dan terkadang gula. Terasi biasanya digunakan sebagai bumbu masakan atau sambal.
- Urutan: sosis tradisional Bali yang terbuat dari daging babi yang dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, ketumbar, dan garam. Urutan difermentasi dengan kultur starter yang berasal dari kefir susu.
- Budik: daging sapi atau kerbau yang difermentasi dengan beras ketan, garam, dan bawang putih. Budik berasal dari daerah Banyumas, Jawa Tengah
- Bekasam: daging ikan yang difermentasi dengan beras, garam, dan asam jawa. Bekasam dapat dimakan mentah atau dimasak dengan bumbu lain.
- Naniura: daging ikan mas yang difermentasi dengan jeruk nipis, bawang merah, bawang putih, cabai, jahe, andaliman, dan daun kemangi. Naniura merupakan makanan khas Batak, Sumatera Utara.
- Buntilan/bontot: daging sapi atau kambing yang difermentasi dengan bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, ketumbar, garam, dan gula merah. Buntilan/bontot berasal dari daerah Madura, Jawa Timur.
- Ikan peda: daging ikan yang difermentasi dengan garam, asam jawa, dan cabe merah. Ikan peda biasanya dimasak dengan santan dan bumbu lain.
Produk-produk ini memiliki cita rasa dan karakteristik khas yang berbeda-beda sesuai dengan bahan baku, kultur starter, dan metode fermentasi yang digunakan. Produk daging fermentasi juga dapat dikembangkan menjadi produk modern, seperti sosis, nugget, bakso, dan daging kering.
Daging fermentasi merupakan salah satu warisan budaya dan potensi sumberdaya lokal yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Daging fermentasi dapat menjadi alternatif produk daging yang lebih sehat, lezat, dan tahan lama. Daging fermentasi juga dapat menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Untuk itu, diperlukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai aspek teknologi, kualitas, dan pemasaran daging fermentasi. (Maghfira)
Baca Klik Ternak di Google News
Bergabunglah dengan kami di Kanal WhatsApp
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.