Bogor – Klik Ternak. Intoleransi laktosa merupakan kondisi pencernaan yang umum terjadi, di mana tubuh tidak mampu mencerna laktosa dengan baik. Laktosa adalah gula atau karbohidrat yang terkandung dalam susu dan produk olahan susu. Ketika dikonsumsi, laktosa harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase di dalam usus halus agar dapat diserap dengan baik oleh tubuh. Namun, bagi penderita intoleransi laktosa, kekurangan enzim laktase menyebabkan laktosa tidak dapat dicerna secara efektif (Taufik, 2024).
Jenis-jenis Intoleransi Laktosa
Terdapat tiga jenis utama intoleransi laktosa, yaitu intoleransi laktosa primer, sekunder, dan kongenital. Intoleransi laktosa primer adalah yang paling umum, di mana produksi laktase menurun seiring bertambahnya usia, terutama pada populasi tertentu seperti Asia Timur, Afrika, dan Amerika Latin. Intoleransi laktosa sekunder dapat terjadi akibat penyakit atau cedera pada usus halus, sedangkan intoleransi laktosa kongenital merupakan kelainan genetik yang langka (Taufik, 2024).Terdapat tiga jenis utama intoleransi laktosa, yaitu:
- Intoleransi laktosa primer: Ini adalah jenis yang paling umum, di mana produksi laktase menurun seiring bertambahnya usia. Kondisi ini sering terjadi pada populasi tertentu, seperti Asia Timur, Afrika, dan Amerika Latin.
- Intoleransi laktosa sekunder: Dapat terjadi akibat penyakit atau cedera pada usus halus, seperti penyakit celiac, penyakit Crohn, atau gastroenteritis.
- Intoleransi laktosa kongenital: Merupakan kelainan genetik yang langka, di mana bayi lahir dengan sedikit atau tanpa enzim laktase (Taufik, 2024).
Gejala Intoleransi Laktosa
Gejala umum intoleransi laktosa meliputi diare, perut kembung, dan nyeri perut setelah mengonsumsi produk susu.
Tanda-tanda Intoleransi Laktosa:
- Diare: Gejala paling umum, biasanya terjadi 30 menit hingga 2 jam setelah konsumsi produk susu.
Perut kembung: Rasa begah dan penuh di perut akibat gas yang menumpuk. - Nyeri perut: Kram atau kolik yang dapat terasa tidak nyaman.
- Mual dan muntah: Pada beberapa orang, terutama anak-anak.
- Sering buang angin: Gas yang keluar dari perut dapat menjadi tanda intoleransi laktosa.
Diagnosis dapat menjadi tantangan karena tergantung pada gejala yang dilaporkan sendiri oleh pasien, yang bervariasi dan sulit dinilai secara objektif. Tes hidrogen napas (breath hydrogen test atau BHT) merupakan prosedur utama yang digunakan di Indonesia untuk mendeteksi malabsorpsi laktosa (Taufik, 2024).
Prevalensi intoleransi laktosa bervariasi berdasarkan usia, etnis, dan faktor genetik. Secara umum, intoleransi laktosa lebih jarang terjadi pada anak-anak kecil dibandingkan orang dewasa. Studi pada anak-anak Indonesia usia 3-12 tahun menunjukkan prevalensi malabsorpsi laktosa sebesar 20,8% pada anak usia 3-5 tahun dan 35,3% pada anak usia 6-12 tahun. Sementara itu, studi pada orang dewasa Indonesia menemukan prevalensi intoleransi laktosa sebesar 66% pada total populasi (Munadzilah et al., 2021; Dewiasty et al., 2021).
Menariknya, paparan laktosa yang berkepanjangan melalui konsumsi susu dan produk susu secara bertahap dapat menginduksi respons adaptif tubuh terhadap laktosa, terutama pada penderita intoleransi laktosa primer. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin lebih penting daripada mekanisme adaptif dalam menentukan prevalensi intoleransi laktosa (Taufik, 2024).
Peran Industri Peternakan dalam Mengatasi Intoleransi Laktosa
Sebagai produsen utama susu dan produk olahannya, industri peternakan memiliki peran penting dalam mengatasi tantangan intoleransi laktosa. Pemahaman yang mendalam mengenai kondisi ini sangat diperlukan bagi para ahli di bidang peternakan agar dapat mengembangkan solusi yang efektif.
- Pengembangan Produk Susu dan Olahan Rendah atau Bebas Laktosa
Salah satu langkah penting yang dapat diambil oleh industri peternakan adalah mengembangkan produk susu dan produk olahan susu yang rendah atau bebas laktosa. Produk-produk ini dapat dikonsumsi dengan aman oleh penderita intoleransi laktosa. Beberapa contoh produk yang dapat dikembangkan antara lain susu bebas laktosa, keju rendah laktosa, dan yogurt dengan kandungan laktosa yang rendah. - Edukasi Konsumen
Selain pengembangan produk, industri peternakan juga perlu berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat, khususnya konsumen susu dan produk olahan susu, mengenai intoleransi laktosa dan solusi yang tersedia. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye edukasi, penyebaran informasi di media, serta kerja sama dengan tenaga kesehatan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. - Kolaborasi dengan Bidang Kesehatan
Industri peternakan dapat bekerja sama dengan bidang kesehatan, seperti dokter, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya, untuk meningkatkan diagnosis dan penanganan intoleransi laktosa secara komprehensif. Kolaborasi ini dapat mencakup pengembangan protokol skrining, peningkatan akses ke tes diagnosis, serta penyediaan rekomendasi diet dan gaya hidup yang sesuai bagi penderita intoleransi laktosa. - Inovasi Teknologi Pengolahan Susu
Selain pengembangan produk, industri peternakan juga dapat memanfaatkan inovasi teknologi pengolahan susu untuk mengurangi kandungan laktosa dalam produk. Teknologi seperti enzim laktase, fermentasi, dan ultrafiltrasi dapat digunakan untuk menghasilkan produk susu dan olahan dengan kadar laktosa yang lebih rendah.
Dengan memahami intoleransi laktosa secara mendalam dan mengambil langkah-langkah strategis, industri peternakan dapat berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi tantangan ini. Upaya ini tidak hanya akan meningkatkan keamanan dan kesehatan produk susu dan olahannya, tetapi juga memperluas jangkauan dan aksesibilitas bagi konsumen yang mengalami intoleransi laktosa (Taufik, 2024). (Klik Ternak)
Referensi:
- Dewiasty, E., Nugroho, F. A., Sjarif, D. R., & Hadinegoro, S. R. (2021). Lactose intolerance and dairy consumption among Indonesian adults. Medical Journal of Indonesia, 30(1), 64-70. https://doi.org/10.13181/mji.oa.214270
- Munadzilah, Sjarif, D. R., Firmansyah, A., Hadinegoro, S. R., & Amelia, R. (2021). Lactose malabsorption and dairy consumption in healthy Indonesian children aged 3-12 years. Paediatrica Indonesiana, 61(1), 9-15. https://doi.org/10.14238/pi61.1.2021.9-15
Taufik, E. (2024). Intoleransi Laktosa (Lactose Intolerance) dan Kaitannya dengan Konsumsi Susu/Produk Olahan Susu. Fakultas Peternakan, IPB University.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.